Design thinking adalah salah satu metode yang dapat membantu memecahkan masalah secara kreatif di tempat kerja. Tidak heran jika menurut data dari Onetikk, 75% organisasi menerapkan design thinking dalam pekerjaan mereka.
Meski bertujuan memecahkan masalah, design thinking berbeda dari problem-solving. Strategi problem-solving cenderung berpusat pada masalah yang dihadapi. Di lain sisi, design thinking lebih fokus menemukan penyebab masalah dan solusinya.
Bagaimana maksudnya, dan seperti apa contoh design thinking di dunia kerja? Lantas, bisakah menerapkan design thinking untuk semua jenis pekerjaan?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Jobstreet akan mengupas tuntas tentang arti, manfaat, hingga contoh penerapan design thinking di berbagai pekerjaan dalam artikel ini.
Pada akhir artikel, kamu juga bisa mendapat informasi tentang tips menerapkan design thinking. Yuk, kita pelajari bersama!
Sebelum melihat contoh design thinking, mari pahami dulu tentang metode satu ini. Dilansir dari McKinsey & Company, design thinking adalah pendekatan pemecahan masalah yang sistematis dan berfokus pada kebutuhan pelanggan (human-centered).
Pengertian tersebut tidak lepas dari karakteristik design thinking yang berbasis solusi. Artinya, kepentingan pengguna menjadi fokus utama dalam design thinking.
Dalam praktiknya, metode design thinking mendorongmu untuk mengidentifikasi masalah yang dihadapi pengguna. Prosesnya biasanya mengharuskan kamu untuk belajar dari pengalaman sebelumnya, sehingga kamu bisa melakukan perbaikan dan menemukan solusi yang efektif.
Lantas, apa bedanya design thinking dan problem-solving? Sebetulnya, design thinking bisa dikatakan sebagai salah satu metode dalam problem-solving.
Bedanya, problem-solving pada umumnya berpusat pada masalah yang muncul. Sementara itu, design thinking fokus pada penyebab masalah dan solusi untuk mengatasinya.
Sebagai contoh, sebuah perusahaan mengalami penurunan pendapatan. Penyebab utamanya adalah produk mereka belum dikenal banyak orang.
Nah, dengan design thinking, pemecahan masalah akan fokus pada peningkatan brand awareness daripada fokus pada masalah, yaitu penurunan pendapatan. Solusinya bisa dengan menjalankan campaign di media sosial atau mengadakan event.
Berdasarkan contoh masalah design thinking tersebut, terlihat bahwa metode satu ini dapat membantu menemukan solusi yang tepat sasaran. Lebih dari itu, masih ada alasan lain kenapa kamu perlu mendalami design thinking. Apa saja alasan tersebut?
Manfaat utama design thinking adalah menciptakan solusi yang mengutamakan pengguna. Secara lebih spesifik, berikut beberapa alasan kenapa kamu perlu menguasai kemampuan design thinking:
Seperti yang telah disebutkan, design thinking termasuk salah satu metode problem-solving. Jadi, dengan menguasai design thinking, kamu bisa meningkatkan kemampuan memecahkan masalah di dunia kerja.
Output utama design thinking adalah solusi yang dapat mengatasi masalah secara efektif. Dalam proses mencari solusi, kamu harus mengerahkan kreativitas dan inovasi. Dari sinilah kamu bisa meningkatkan kedua skill tersebut.
Design thinking memungkinkan kamu mendapatkan solusi yang mengutamakan kebutuhan konsumen. Oleh karena itu, kamu harus bisa memposisikan diri sebagai pengguna dan memahami sudut pandang mereka. Proses tersebut dapat meningkatkan skill empatimu.
Ketikan berhasil memahami sudut pandang dan masalah pengguna, kamu akan mampu menghasilkan solusi efektif yang dapat menjawab masalah pengguna. Dengan begitu, kepuasan pengguna pun akan meningkat.
Apa yang terjadi saat solusi yang dibuat berhasil menjawab masalah pengguna dengan tepat?
Tentu, peluang pelanggan untuk membeli produkmu pun akan semakin besar, bahkan tidak segan untuk repeat order. Akhirnya, solusi yang dibuat dapat mendukung keberhasilan proyek.
Nah, agar bisa merasakan manfaat yang telah disebutkan tadi, proses design thinking harus memenuhi elemen tertentu. Apa saja elemen yang dimaksud?
Elemen design thinking umumnya terdiri dari empati, define, ideasi, prototipe, dan uji coba. Mari kita kulik penjelasannya satu per satu di bawah ini.
Penerapan design thinking berawal dari tahap empathize atau empati. Tujuannya untuk mengidentifikasi masalah atau kebutuhan pengguna secara mendalam.
Pada umumnya, contoh empathize design thinking melibatkan dua aktivitas utama, yaitu observe (mengamati) dan understand (memahami).
Observe adalah aktivitas mengamati pengguna dan lingkungan yang menjadi sasaran target pasar dari produk. Observe bisa dilakukan dengan wawancara, survei, atau teknik lain.
Melalui pengamatan, kamu dapat menumbuhkan empati terhadap pengguna, sehingga bisa lebih memahami apa yang menjadi masalah dan kebutuhan mereka.
Setelah mengumpulkan data dari proses observasi, barulah kamu bisa lanjut ke tahap selanjutnya, yaitu define.
Setelah melakukan observasi, susunlah seluruh data hasil observasi secara teratur dan lakukan analisis. Hasil analisis biasanya akan menunjukkan masalah utama yang dialami oleh pengguna.
Namun, tahapan design thinking ini tidak hanya berhenti sampai di situ. Kamu masih harus merancang strategi untuk mencari solusi atas masalah tersebut.
Berikutnya, carilah ide-ide solusi berdasarkan masalah pengguna yang telah kamu identifikasi. Kamu harus mengerahkan kreativitas agar bisa menemukan solusi inovatif untuk menyelesaikan masalah.
Lakukan brainstorming untuk menghasilkan ide yang beragam. Tulis semua ide yang muncul di kepala, bahkan yang terdengar kurang masuk akal sekalipun.
Selain brainstorming, masih ada cara lain yang bisa kamu lakukan untuk ideasi. Beberapa di antaranya adalah mind mapping, focus group discussion, dan brainwriting.
Dalam praktiknya, tidak semua ide yang terkumpul akan dikembangkan dalam proses design thinking. Namun, pelajari setiap ide yang telah kamu catat.
Kamu bisa menerapkan analisis SWOT untuk mengidentifikasi kelebihan, kekurangan, peluang, dan ancaman dari setiap ide.
Kemudian, saringlah ide-ide berdasarkan hasil analisis tersebut, kemudian pilih yang paling mampu mengatasi masalah pengguna.
Setelah itu, gunakan prototipe ide-ide yang terpilih untuk menciptakan produk. Kemungkinan besar, kamu akan membuat prototipe berulang kali hingga menciptakan produk yang benar-benar mampu menjawab masalah atau kebutuhan pengguna.
Contoh tahapan design thinking umumnya diakhiri dengan uji coba. Dalam tahap ini, kamu menguji prototipe secara langsung kepada pengguna.
Pengujian dilakukan untuk melihat apakah produk yang akan diluncurkan sudah sesuai dengan kebutuhan pelanggan atau belum, serta menantang asumsi awalmu.
Umumnya, tahap ini menguji efisiensi penggunaan produk, kemudahan pengguna, tingkat kepuasan pengguna terhadap produk, dan seberapa sering muncul kesalahan pada produk.
Setelah selesai, catatlah setiap masukan dan feedback dari pengguna. Akan lebih baik jika kamu membuat prototipe ulang sesuai feedback tersebut. Kemudian, lakukan uji ulang untuk mengetahui pendapat pengguna.
Agar kamu punya gambaran lebih jelas tentang design thinking, Jobstreet telah menyiapkan contoh penerapannya dalam berbagai profesi. Yuk, cari tahu di bawah ini!
Baca Juga: Testimoni Pelanggan? Ini Jenis Testimoni, dan Manfaatnya!
Pada awalnya, design thinking identik dengan pekerjaan yang berhubungan dengan IT. Contoh penerapannya berupa desain UI dan UX serta pengembangan aplikasi.
Namun, seiring perkembangan zaman, semakin banyak profesi yang ikut mengadopsi design thinking untuk memecahkan masalah. Berikut beberapa contohnya:
Misalnya, sebuah perusahaan saus sambal tidak mampu mencapai target penjualan. Mereka kemudian meminta tim marketing untuk mencari penyebab dan solusinya.
Dalam kasus ini, contoh empathize design thinking adalah ketika tim marketing melakukan survei. Berdasarkan pengumpulan data dan analisis hasil survei, ternyata tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk saus sambal cenderung rendah.
Penyebab utamanya ada pada kemasan produk yang memiliki tutup botol di bagian atas. Desain tersebut membuat pengguna harus membalikkan dan menuang botol untuk mengeluarkan saus.
Tim marketing pun menyampaikan penemuan masalah tersebut ke berbagai divisi terkait, termasuk tim produksi. Mereka kemudian berembuk untuk mencari ide-ide solutif.
Hasilnya, seluruh tim terkait sepakat meluncurkan saus sambal dengan kemasan baru yang tutup botolnya berada di bawah.
Perusahaan pun membuat prototipe kemasan produk baru sesuai proses desain yang disepakati. Kemudian, tim marketing mengujikan prototipe tersebut kepada target pengguna.
Hasilnya, sebagian besar pengguna memberikan respons positif dengan beberapa catatan kecil.
Tim marketing lalu menyampaikan feedback tersebut kepada tim produksi untuk bahan perbaikan. Setelah melakukan uji ulang atas prototipe kedua, barulah mereka lebih percaya diri untuk meluncurkan saus sambal dengan kemasan baru.
Apakah ada di antara kamu yang berlangganan Netflix? Platform streaming satu ini ternyata menerapkan design thinking dalam sistem programming mereka, lho!
Netflix ingin meningkatkan pengalaman pengguna secara keseluruhan. Di sisi lain, mereka tidak ingin pengguna melakukan terlalu banyak aktivitas memusingkan dalam platform.
Untuk memahami kebutuhan pengguna, Netflix mengobservasi perilaku pengguna pada platform mereka. Ternyata, banyaknya opsi tontonan di Netflix terkadang dapat membuat pengguna bingung memilih.
Sebagai solusi yang ditawarkan, Netflix menyediakan tombol Shuffle untuk memudahkan pengguna dalam mengambil keputusan. Di sisi lain, fitur tersebut juga dapat memberikan kejutan kepada pengguna, sekaligus bisa memperkaya jenis tontonan mereka.
Contoh design thinking produk juga bisa kamu temukan dalam bidang kesehatan. Bahkan, kamu yang berprofesi sebagai dokter juga bisa menerapkannya untuk memecahkan suatu masalah.
Sebagai contoh, seorang dokter membuka praktik resmi di rumahnya sendiri. Saat bertemu pasien, banyak dari mereka yang menyampaikan keluhan sama, yakni merasa lelah sebelum bertemu dokter karena harus menunggu terlalu lama.
Untuk menghilangkan atau mengurangi perasaan tidak nyaman pasien, dokter pun memutuskan untuk mengambil tindakan. Ia bertanya kepada setiap pasien soal situasi di ruang tunggu klinik. Sang dokter menanyakan banyak hal, mulai dari waktu tunggu, fasilitas, hingga ekspektasi pasien.
Setelah mengumpulkan data, dokter menemukan bahwa sebetulnya pasien bersedia menunggu. Namun, akan lebih baik jika dokter memberikan perkiraan waktu kapan mereka bisa masuk ke ruangan. Sebab, selama ini pasien baru bisa mendaftar antrean saat sudah sampai di klinik.
Untuk mengatasi masalah tersebut, dokter akhirnya membuat sistem antrean yang lebih praktis, yakni pendaftaran antrean melalui WhatsApp.
Nantinya, salah satu tim dokter akan memberi tahu pada pukul berapa pasien harus datang. Dengan begitu, pasien tidak perlu menunggu terlalu lama di klinik.
Siapa, sih, yang tidak tahu merek Apple? Merek gadget satu ini terkenal akan tampilan produk-produknya yang simpel dan mudah digunakan. Ternyata, salah satu rahasia di balik kelebihan tersebut adalah penerapan design thinking dalam pengembangan UI dan UX.
Apple ingin para pengguna bisa mengakses fitur-fitur produk mereka dengan mudah. Mereka pun mempelajari kebutuhan pengguna sebelum mengembangkan UI dan UX produk.
Berdasarkan hasil analisis, Apple berhasil menentukan dua fokus utama untuk mengembangkan UI dan UX, yaitu simplicity dan intuitiveness.
Simplicity mendorong tim desain Apple untuk merancang UI dan UX yang sederhana, tapi tetap elegan. Dengan begitu, pengguna baru sekalipun dapat memahami navigasi produk dengan cepat.
Selain itu, Apple juga menggunakan ikon yang intuitif sehingga para pengguna bisa mengakses pengaturan menu dengan mudah.
Contoh masalah design thinking dalam desain grafis adalah ketika harus melakukan rebranding suatu perusahaan atau bisnis.
Misalnya, perusahaan tas mengalami penurunan sales setelah beberapa tahun beroperasi. Berdasarkan hasil riset pada tahap empati, ternyata pengguna merasa bahwa desain tas mereka sudah ketinggalan zaman.
Perusahaan kembali melakukan riset untuk lebih memahami pengguna dan preferensi mereka. Dalam tahap ideasi, mereka memutuskan bahwa merilis produk baru saja tidaklah cukup.
Solusi terbaik adalah melakukan rebranding total untuk menonjolkan image dinamis dan modern. Sebagai graphic designer, kamu bisa membuat prototipe panduan visual dan desain logo baru. Lalu, ujikan prototipe tersebut kepada target pengguna untuk mengetahui respons mereka.
Setelah itu, lakukan perbaikan berdasarkan respons tersebut hingga kamu menghasilkan desain yang disepakati bersama.
Siapa bilang design thinking hanya berlaku untuk pekerjaan di bidang korporat? Profesi guru juga bisa merapkannya, lho.
Contoh tahapan design thinking untuk guru tidak berbeda dari profesi lain. Kamu bisa memulainya dengan mengidentifikasi masalah.
Misalnya, setelah berulang kali mengamati kelas ketika mengajar, kamu memahami bahwa para murid memiliki attention span yang cenderung singkat.
Baru 60 menit mengajar misalnya, kamu sudah melihat banyak murid yang terlihat tidak fokus.
Untuk mengetahui apa yang harus dilakukan, kamu pun mengadakan sesi sharing seputar pengajaran untuk mendengarkan keluhan dan masukan dari murid.
Ternyata, mayoritas murid merasa bahwa cara mengajarmu kurang interaktif. Jadi, pada tahap ideasi, kamu bisa menuliskan beragam ide untuk meningkatkan interaksi dan lebih hands-on saat mengajar.
Lalu, selama beberapa minggu ke depan, kamu menerapkan satu per satu ide tersebut untuk melihat respons murid. Hasilnya, ditemukan bahwa ada 3-5 ide pengajaran hands-on yang memberikan respons di atas rata-rata. Nah, kamu bisa mengembangkan ide tersebut untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih optimal.
Sebagai HR, kamu bisa menerapkan design thinking untuk meningkatkan pengalaman kerja karyawan.
Contohnya, sebuah perusahaan memiliki turnover rate yang tinggi. Setelah melakukan survei untuk mencari sumber masalah, ternyata banyak karyawan merasa kurang dihargai oleh perusahaan.
Berdasarkan analisis hasil survei, mayoritas karyawan setuju bahwa perusahaan tidak memberikan apresiasi yang layak atas kerja keras mereka. Untuk memperbaiki kondisi tersebut, HR bisa mengajak manajemen untuk melakukan ideasi.
Setelah menyaring ide-ide yang muncul, mereka sepakat untuk memberikan bonus kepada karyawan yang berhasil mencapai target. HR pun membuat prototipe kebijakan terkait sistem bonus tersebut dan kemudian menerapkannya secara bulanan.
Namun, ternyata periode bulanan kurang efektif karena karyawan butuh lebih banyak waktu untuk mencapai target. Akhirnya, pemberian bonus pun diubah menjadi sistem kuarter atau tiap tiga bulan sekali.
Baca Juga: Notion: Apa Itu dan Cara Menggunakan untuk Produktivitas Kerja
Untuk bagian ini, kita bisa belajar banyak dari contoh design thinking produk yang diterapkan Google. Dalam mengembangkan produk, Google selalu mengutamakan empati, ideasi, dan eksperimen. Sebagai contoh, kita bisa melihat proses pembuatan Loon, produk untuk memperluas jangkauan koneksi internet.
Proyek Loon berangkat dari empati Google terhadap daerah-daerah yang belum terpapar internet, baik karena kurangnya biaya maupun aspek geografis. Setelah melakukan ideasi, Google sepakat meluncurkan balon internet bernama Loon.
Berbentuk seperti balon udara, Loon memiliki cara kerja menyerupai satelit. Google menerbangkan Loon ke lapisan stratosfer.
Desain Loon memungkinkan teknologi tersebut untuk melayang di bawa orbit satelit tanpa mengganggu lalu lintas penerbangan.
Google melakukan uji coba prototipe Loon sejak 2013 hingga 2020. Selama periode tersebut, Google berhasil menyediakan koneksi internet bagi daerah-daerah yang sebelumnya kesulitan untuk mengaksesnya.
Airbnb pernah menerapkan design thinking untuk mengatasi masalah dalam business development. Kala itu, Airbnb menyadari bahwa audiens merasa ragu untuk menjadi konsumen mereka.
Berdasarkan hasil pengamatan, ternyata orang-orang kesulitan menilai kualitas tempat penginapan mereka. Penyebabnya karena host mengunggah foto dalam resolusi yang kurang baik.
Agar lebih memahami pengguna, para founder Airbnb pun mengerahkan banyak waktu dan tenaga untuk berkeliling. Mereka ingin tahu apa yang sebenarnya dibutuhkan traveler ketika mencari tempat istirahat.
Setelah melakukan ideasi, solusi Airbnb adalah berinvestasi pada kamera yang mampu menghasilkan foto berkualitas tinggi.
Dengan begitu, para host bisa mengunggah foto fasilitas kamar dengan resolusi tinggi dengan harapan para traveler bisa lebih percaya untuk menginap di sana.
Solusi tersebut ternyata sangat efektif. Hanya dalam waktu kurang-lebih seminggu, Airbnb sukses mendapatkan penghasilan hingga berlipat ganda.
Metode design thinking juga bisa diterapkan untuk meningkatkan layanan masyarakat.
Contoh kasusnya misalnya, di sebuah kantor kelurahan menyediakan layanan administratif, seperti pembuatan surat pengantar nikah, surat keterangan kelahiran, surat keterangan wali nikah, dan sebagainya.
Namun, ketika melakukan survei tingkat kepuasan pelanggan, kantor kelurahan tersebut mendapatkan nilai yang cenderung rendah.
Agar kualitas pelayanan bisa meningkat, tim kelurahan pun melakukan observasi lebih lanjut untuk memahami masalah. Setelah menyebar angket kepada masyarakat di kelurahan tersebut, mayoritas orang merasa bahwa jam operasional layanan terlalu singkat.
Kantor hanya buka saat hari kerja pada jam tertentu. Padahal, masyarakat juga harus bekerja pada hari-hari tersebut.
Tim kantor kelurahan akhirnya melakukan diskusi untuk mencari ide terbaik. Mereka sepakat untuk membuka layanan saat akhir pekan dengan sistem shift. Jadi, para petugas akan bergantian berjaga di kantor untuk melayani masyarakat.
Setelah melakukan uji coba selama tiga bulan, kantor kelurahan kembali mengukur tingkat kepuasan masyarakat. Hasilnya, masyarakat jauh lebih puas terhadap layanan mereka, sehingga kantor kelurahan pun memutuskan untuk terus beroperasi tiap akhir pekan.
Para arsitek bisa menerapkan design thinking untuk merancang desain bangunan yang mengutamakan kebutuhan klien.
Misalnya pada tahap empathize, arsitek bisa mengobrol dengan calon penghuni untuk mengetahui preferensi dan kebutuhan mereka. Lalu, ia melakukan survei untuk mengumpulkan data kontur site, luas lahan, arah mata ingin, dan sebagainya.
Setelah seluruh data tersebut terkumpul, arsitek melakukan analisis untuk merumuskan masalah utama yang ingin ditargetkan. Beberapa metode analisis yang bisa digunakan adalah task analysis, assumption mapping, problem statement, serta comparative analysis.
Berdasarkan hasil analisis data, arsitek melakukan brainstorming dengan anggota tim untuk menemukan konsep desain yang dapat menjawab masalah.
Selain itu, arsitek juga bisa membuat affinity maps untuk mengelompokkan ide-ide perancangan arsitektur. Metode ini dapat membantu mengidentifikasi temuan yang akan memandu pembuatan desain lebih lanjut.
Selanjutnya, arsitek akan membuat prototipe produk berdasarkan ide yang telah disepakati. Bentuknya bisa berupa gambar skematik, model fisik, atau tampilan 3D. Setelah itu, arsitek bisa melakukan pengujian hingga mendapatkan kualitas produk yang diinginkan.
Sebagai contoh, ada salah satu perusahaan kecantikan menerapkan design thinking untuk mengatasi penurunan penjualan. Target konsumen perusahaan tersebut adalah wanita berusia 45 tahun ke atas. Sayangnya, para konsumen tersebut beralih ke produk kompetitor.
Untuk memahami masalah, perusahaan melakukan riset pasar. Ternyata, kini wanita usia 30-an sudah sadar akan masalah penuaan.
Banyak dari mereka yang mencari produk skincare untuk mengatasi penuaan dini. Bahkan, mereka rela untuk membayar mahal.
Berdasarkan penemuan tersebut, perusahaan kecantikan memutuskan fokus pada produk skincare anti-aging untuk konsumen berusia 30-an. Mereka juga melakukan analisis kompetitor untuk mencari tahu produk yang belum ada di pasaran.
Hasil riset menunjukkan bahwa belum ada kompetitor yang membuat produk skincare khusus untuk warna kulit tidak merata. Akhirnya, mereka membuat prototipe produk skincare tersebut.
Setelah itu, pengujian pun dilakukan berulang kali hingga mendapatkan produk berkualitas tinggi yang mampu memenuhi kebutuhan pengguna. Hasilnya, perusahaan kecantikan tersebut berhasil menaikkan penjualan.
Dua penulis bernama A dan B bekerja di media online yang sama. Saat evaluasi performa kerja, A mendapat feedback dari atasan bahwa banyak artikel buatannya yang memiliki sedikit views.
Di sisi lain, B memiliki performa sangat baik karena artikel-artikelnya mendatangkan banyak views.
Untuk mengetahui penyebab masalah tersebut, A mengumpulkan data aktivitas pengguna pada situs media online. Ia juga membandingkan artikelnya dengan artikel milik B.
Setelah melakukan analisis, A jadi memahami bahwa artikelnya memiliki judul yang kurang catchy jika dibandingkan artikel milik B. Lalu, kebanyakan tulisan A terdiri dari paragraf panjang, sehingga berpotensi membuat pembaca merasa lelah.
Sebagai usaha menciptakan solusi, A berusaha belajar dari B untuk memperbaiki tulisan. Ia juga melakukan uji coba berbagai teknik search engine optimization (SEO) agar artikelnya lebih mudah ditemukan pembaca. Di bulan berikutnya, ia pun bisa meningkatkan jumlah views.
Dari berbagai contoh di atas, terjawab sudah bahwa design thinking merupakan metode yang bisa diterapkan untuk pekerjaan apa pun.
Nah, agar kamu bisa menerapkan design thinking secara maksimal, perhatikan tips-tips berikut:
Pada dasarnya, design thinking adalah proses pemecahan masalah yang fokus pada kebutuhan pengguna.
Oleh sebab itu, kamu harus bisa memahami kebutuhan pengguna untuk memecahkan masalah mereka. Itulah kenapa empati menjadi tahap pertama dalam proses design thinking.
Dengan berempati, kamu dapat memposisikan diri sebagai pengguna produk. Hal itu dapat membantumu memahami sudut pandang pengguna, sehingga kamu punya gambaran tentang masalah atau kebutuhan mereka.
Banyak cara yang bisa kamu lakukan untuk memahami kebutuhan pengguna seperti survei, wawancara, focus group discussion, dan observasi.
Setelah memahami kebutuhan pengguna, kamu akan mendapat sedikit gambaran tentang masalah yang mereka hadapi.
Nah, agar bisa mendefinisikan masalah tersebut dengan jelas, kumpulkan seluruh data yang telah kamu dapatkan dari tahap sebelumnya. Kemudian, analisis data untuk menemukan pola atau situasi yang menjadi masalah utama.
Berdasarkan temuan tersebut, buatlah problem statement untuk memudahkanmu dalam menentukan langkah selanjutnya.
Cukup tuliskan problem statement dalam 1-2 kalimat singkat. Contohnya seperti, “Karyawan merasa tidak dihargai oleh perusahaan karena kurangnya bentuk apresiasi nyata.”
Berangkat dari problem statement yang telah ditulis, temukan ide-ide kreatif yang berpotensi menjadi solusi. Lakukan proses kreatif bersama tim agar bisa menghasilkan banyak ide sekaligus.
Sebaiknya, hilangkan overthinking dalam proses ini. Tuliskan ide apa pun yang muncul, bahkan jika ide tersebut terdengar terlalu out of the box.
Setelah mengumpulkan ide, baca ulang dan identifikasi satu per satu ide tersebut. Saringlah beberapa ide yang paling solutif dalam memecahkan masalah pengguna.
Buatlah prototipe produk sesuai ide yang telah difilter. Selanjutnya, ujikan prototipe kepada target pengguna yang menjadi responden untuk mengetahui efektivitas produk bagi pengguna.
Pada proses pengujian, perhatikan reaksi mereka saat menggunakan prototipe produkmu. Tanyakan pula pendapat mereka terkait produk tersebut, dan catatlah setiap feedback dari pengguna.
Pelajari seluruh feedback yang diberikan pengguna saat pengujian prototipe produk. Jika memungkinkan, lakukan perbaikan dan buatlah prototipe baru. Kemudian, lakukan pengujian ulang kepada target pengguna.
Dengan kata lain, tahap pembuatan dan pengujian prototipe produk bisa berlangsung berulang kali. Proses ini begitu penting agar nantinya kamu dapat menghasilkan produk berkualitas tinggi yang mampu mengatasi masalah pengguna.
Kini, kamu telah memahami arti dan contoh design thinking. Metode ini melibatkan proses pemecahan masalah yang fokus pada memenuhi kebutuhan manusia sebagai pengguna.
Dengan karakteristik tersebut, design thinking mampu meningkatkan kemampuan problem-solving, kreativitas, kemampuan empati, serta menghasilkan solusi yang lebih efektif dan efisien. Hasilnya, peluang keberhasilan proyek juga ikut meningkat.
Kabar baiknya lagi, profesi apa pun bisa menerapkan design thinking dalam pekerjaan sehari-hari. Kemampuan design thinking dapat menjadi bekal untuk menunjang kariermu. Kamu dapat mencantumkannya sebagai skill dalam CV untuk menarik perhatian rekruter.
Yuk, persiapkan diri kamu untuk menggapai pekerjaan impian dengan membaca berbagai informasi dan Tips Karier di situs Jobstreet by SEEK.
Kamu juga bisa mengakses ribuan konten pembelajaran gratis dan terhubung dengan pakar industri di KariKu dalam aplikasi Jobstreet.
Setelah itu, jangan lupa perbarui profil Jobstreet kamu dan temukan lowongan kerja yang tepat.
Download aplikasi Jobstreet by SEEK di Play Store atau App Store dan nikmati kemudahan untuk mengakses informasi terbaru seputar dunia kerja hanya dalam satu genggaman saja! Semoga berhasil!
Baca Juga: Apa Itu TikTok Affiliate? Ini Definisi, Syarat, dan Strateginya!